CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

Sabtu, 20 Juli 2013

You Are The Apple of My Eye



Pernah nonton film ini? Yang sudah, pasti ada yang bilang bagus, biasa aja, atau malah tidak suka, karena ending-nya yang -mungkin- tidak sesuai ekspektasi.

Kalau gue, termasuk orang yang bilang bagus. Karena entah kenapa setelah nonton film ini, salah satu ruang di hati gue terketuk dan tergelitik pilu (?)

Untuk yang belum nonton, gue sarankan jangan teruskan membaca, karena mungkin gue akan memberikan spoiler besar tentang film ini. (Sorry, my bad :p)

Jadi ceritanya, ada cewek dan cowok dalam kelas yang sama di suatu sekolah. Awalnya mereka nggak suka satu sama lain, tapi karena beberapa kejadian, akhirnya mereka mulai sadar kalau ada perasaan berlebih yang timbul di hati mereka. Tapi entah kenapa, si cowok ini selalu takut untuk menyatakan perasaan cintanya. Sampai suatu hari, mereka berdua jalan-jalan, dan si cowok menyatakan cinta, tapi alih-alih takut ditolak, dia nggak mau denger jawaban si cewek. Dan malah menyuruh si cewek untuk menulis jawabannya di lampion yang kemudian mereka terbangkan. Dan kalian tau sendiri, akhirnya mereka nggak jadi pacaran. Sampai kemudian terjadi konfilik antara mereka, dan mereka tidak saling kontak untuk beberapa waktu hingga suatu saat datanglah berita kalau si cewek akan menikah. Dan pada akhirnya, si cowok harus merelakan cinta dalam hidupnya untuk orang lain.

Padahal kalau si cowok menyatakan cinta sejak sekolah dulu atau kalau si cowok mau mendengarkan jawaban si cewek saat jalan-jalan dulu, dan melihat jawaban yang ada di lampion-nya, pasti mereka bisa menjadi sepasang kekasih. How tragic, man. It was so close.

Gue sempet geregetan sama cowoknya, kenapa harus takut padahal jelas-jelas si cewek sudah kasih sinyal positif, sementara di lain sisi, si cewek hanya bisa menunggu. And I know that must be hurting to wait. Meskipun memang tidak harus selalu cowok yang menyatakan perasaan, but, most girls like to feel special, right?

Tapi setelah itu gue sadar, betapa realistisnya film ini, dan pada akhirnya, ketika takdir tidak bertemu, kita hanya bisa ikhlas akan cinta yang hilang, orang yang pergi atau jiwa yang mati. *Hasek!*
Thanks to this film btw, I learn a lot.


If we may not end up with someone we're crazy about, at least we can make ourselves understand that love's not all about having each other.


Kalau kata Jebraw sih "Unconditional men, that's the best kind of love."
Benar sekali, cinta tanpa syarat, cinta tanpa mengharapkan kembali, memang jenis cinta terbaik yang ada di dunia. Dan akan indah sekali kalau semua orang bisa menerapkan hal itu.

Di tulisan sebelumnya, gue mungkin bilang kalau film romance tidak terlalu memberikan andil besar dalam pembelajaran gue tentang cinta, tapi sepertinya hal itu mulai sedikit tergeser, since it's holiday and the best option of my holiday is watching movies. And, maybe I kinda think that love is actually a cute thing to talk about? Idk for sure. It's holiday, anyway! *cheers*
Xoxo.